
Penundaan Sidang Praperadilan dan Dinamika Hukumnya
Penundaan Sidang Praperadilan dan Dinamika Hukumnya

Penundaan Sidang Praperadilan Yang Di Ajukan Oleh Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto Telah Menjadi Sorotan Hukum Di Indonesia. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyetujui permohonan dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menunda jalannya sidang tersebut. Di mana, keputusan ini menimbulkan beragam reaksi dari berbagai pihak. Hal ini terutama dari kalangan pakar hukum yang menganggap langkah KPK tidak mencerminkan etika hukum yang baik. Petrus Selestinus selaku pengamat hukum mengkritisi kebiasaan KPK dalam melakukan penundaan sidang praperadilan. Lebih lanjut, menurutnya tindakan tersebut tidak hanya tidak pantas. Namun, juga mencerminkan kepercayaan diri yang berlebihan dari lembaga antirasuah tersebut. Ia menilai bahwa seringnya KPK menunda sidang praperadilan. Di mana mereka selalu berada di posisi sebagai pihak tergugat, menunjukkan bentuk keangkuhannya. Sehingga, dengan kata lain, penundaan sidang yang di lakukan berulang kali ini menimbulkan dugaan bahwa KPK tidak memiliki niat baik dalam menghadapi proses hukum yang di tempuh oleh Hasto.
Lebih lanjut, Petrus menegaskan bahwa tindakan KPK dalam penundaan sidang ini mencederai prinsip utama dari persidangan praperadilan. Yang mana, ini seharusnya berlangsung cepat dan efisien. Hal ini mengingat, dalam ketentuan hukum, sidang praperadilan hanya berlangsung dalam waktu satu minggu. Serta, harus mencapai putusan dalam jangka waktu tersebut. Selanjutnya, Petrus mengingatkan bahwa KPK seharusnya memahami bahwa persidangan praperadilan harus mengikuti asas hukum. Yang mana, ini menekankan kecepatan dan kesederhanaan, serta dengan tanggung jawab hukum yang melekat pada setiap pihak yang terlibat.
Kemudian, menurutnya penundaan sidang tidak hanya merugikan pemohon dalam hal keadilan yang cepat. Tetapi, juga berpotensi mengabaikan aspek perlindungan terhadap hak asasi manusia. Yang mana dalam kasus ini, hak Hasto Kristiyanto sebagai pemohon seharusnya di jamin oleh KPK dan bukan malah terabaikan akibat berbagai penundaan sidang yang terus di lakukan.
KPK Sengaja Menggunakan Penundaan Sidang Sebagai Cara Untuk Mengulur Waktu
Pihak Hasto melalui tim kuasa hukumnya mengungkapkan harapan agar penundaan sidang yang di ajukan oleh KPK bukanlah bentuk strategi terselubung. Yang mana, seperti yang di jelaskan, yaitu untuk menghindari jalannya proses hukum. Lebih lanjut, mereka mengkhawatirkan bahwa KPK Sengaja Menggunakan Penundaan Sidang Sebagai Cara Untuk Mengulur Waktu hingga berkas perkara selesai. Sehingga, nanti kemudian melimpahkannya ke pengadilan. Jika skenario ini benar terjadi, maka permohonan praperadilan yang di ajukan oleh Hasto dapat di anggap gugur. Hal ini di karenakan perkara pokoknya sudah memasuki tahap persidangan di pengadilan.
Kemudian, hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa penundaan sidang di lakukan sebagai taktik untuk menghindari pengujian keabsahan langkah-langkah hukum yang di ambil oleh KPK. Kekhawatiran pihak Hasto semakin menguat ketika KPK tiba-tiba menyerahkan berkas perkara ke pengadilan. Di mana, penyerahan ini di lakukan saat proses sidang praperadilan sedang berlangsung. Tim hukum Hasto beranggapan bahwa tindakan ini dapat menyebabkan pengguguran sidang praperadilan. Sehingga, berpotensi menghilangkan kesempatan bagi pemohon untuk menguji keabsahan prosedur hukum yang di tempuh oleh KPK. Jika benar demikian, maka penundaan sidang dapat di artikan sebagai bentuk kriminalisasi dan politisasi. Dalam hal ini, terhadap kasus yang sedang di hadapi oleh Hasto. Lebih lanjut, tim hukum Hasto menyatakan bahwa semakin lama kasus ini berjalan, maka semakin jelas pula indikasi terlihat. Yang mana, indikasi ini tentang adanya kepentingan di luar hukum yang mempengaruhi jalannya perkara ini.
Dalam konteks ini, Maqdir Ismail selaku kuasa hukum Hasto menekankan bahwa KPK seharusnya mengikuti seluruh prosedur sidang praperadilan hingga selesai.Yang mana, jika nantinya pengadilan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Hasto. Maka, KPK di persilakan untuk melanjutkan proses hukum ke tahap berikutnya. Ia menambahkan bahwa lebih baik bagi KPK untuk menunjukkan sikap sportif dengan menyelesaikan persidangan praperadilan. Di mana, ini penting sebelum melangkah ke tahap lain, seperti pelimpahan berkas perkara ke pengadilan.
Seluruh Rangkaian Praperadilan Yang Di Lakukan Akan Menjadi Sia-Sia
Maqdir Ismail menyoroti bahwa proses praperadilan ini memiliki peran yang sangat signifikan dalam kasus utama yang sedang berjalan. Di mana, jika dalam persidangan perkara pokok nantinya tidak di temukan bukti yang cukup terkait dugaan suap maupun obstruction of justice (OOJ). Maka, Seluruh Rangkaian Praperadilan Yang Di Lakukan Akan Menjadi Sia-Sia. Kemudian, menanggapi berbagai kritik dan tuduhan yang di alamatkan kepada lembaganya. KPK, dalam hal ini, akhirnya memberikan klarifikasi terkait alasan di balik penundaan sidang. Di mana, Tessa Mahardika selaku Juru Bicara KPK menyatakan bahwa setiap pihak memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan sudut pandangnya masing-masing terkait kasus ini. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa tidak ada yang salah jika ada pihak-pihak tertentu yang memiliki pandangan berbeda mengenai langkah yang di ambil oleh KPK.
Kemudian, Tessa menjelaskan bahwa ketidakhadiran KPK dalam sidang praperadilan yang di ajukan oleh Hasto bukan tanpa alasan. Yang mana, ia mengungkapkan bahwa lembaganya masih memerlukan waktu untuk melakukan persiapan lebih lanjut sebelum menghadapi sidang. Di tambah, Hasto mengajukan dua gugatan perkara secara bersamaan. Hal ini tentu membutuhkan kesiapan yang lebih matang dari tim hukum KPK. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa KPK tetap bekerja sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Serta, tetap akan menghadapi proses praperadilan tahap kedua yang di ajukan oleh Hasto. Lebih lanjut, Tessa juga menambahkan bahwa setiap tindakan yang di ambil oleh KPK tetap dapat di uji melalui mekanisme hukum. Hal ini juga termasuk melalui jalur praperadilan.
Dalam kasus ini, penundaan sidang menjadi isu utama yang menyoroti bagaimana dinamika hukum berjalan di Indonesia. Di mana, penundaan sidang yang di lakukan KPK memunculkan berbagai pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas lembaga tersebut. Yang dalam hal ini, yaitu tentang menangani kasus-kasus yang mereka proses. Penundaan sidang yang berulang kali juga menimbulkan persepsi bahwa lembaga penegak hukum tersebut berusaha menghindari pengujian keabsahan tindakan mereka di hadapan pengadilan.
Menegakkan Hukum Dengan Transparansi Dan Akuntabilitas
Agar proses hukum tetap berjalan secara adil, seluruh pihak yang terlibat harus memastikan bahwa setiap tahapan persidangan di lakukan sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku. Di mana, sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pemberantasan korupsi, KPK tentu memiliki kewajiban. Dalam hal ini untuk Menegakkan Hukum Dengan Transparansi Dan Akuntabilitas. Di sisi lain, pemohon dalam praperadilan berhak memperoleh keadilan tanpa adanya hambatan atau manipulasi prosedur. Oleh karena itu, penundaan sidang tidak boleh di jadikan sebagai sarana untuk mengulur waktu. Yang pada akhirnya menciptakan skenario seperti menghambat hak-hak pemohon, atau bahkan menciptakan celah bagi kepentingan tertentu dalam proses hukum.
Setiap penundaan sidang harus memiliki alasan yang kuat, sah, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Yang mana, jika penundaan di lakukan secara terus-menerus tanpa dasar yang jelas. Sehingga, hal ini dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap independensi dan integritas lembaga penegak hukum. Dengan demikian, semua pihak yang berkepentingan dalam perkara ini di harapkan tetap berpegang teguh pada nilai keadilan. Hal ini termasuk supremasi hukum, serta transparansi demi menjaga kredibilitas sistem peradilan. Setiap bentuk intervensi yang dapat mencederai proses hukum harus di hindari. Sehingga, keadilan tetap terjaga dan tidak ternodai oleh kepentingan politik maupun agenda lain di luar hukum. Oleh karena itu, dalam situasi apa pun, setiap langkah yang di ambil dalam persidangan harus tetap mengutamakan kepentingan hukum yang objektif. Serta, bebas dari tekanan eksternal dan tanpa menggunakan manuver seperti Penundaan Sidang.