Kamis, 20 November 2025
Indonesia Siap Investasi Rp 371 Triliun Di Pengolahan Agribisnis untuk Ciptakan 8 Juta Lapangan Kerja
Indonesia Siap Investasi Rp 371 Triliun Di Pengolahan Agribisnis untuk Ciptakan 8 Juta Lapangan Kerja

Indonesia Siap Investasi Rp 371 Triliun Di Pengolahan Agribisnis untuk Ciptakan 8 Juta Lapangan Kerja

Indonesia Siap Investasi Rp 371 Triliun Di Pengolahan Agribisnis untuk Ciptakan 8 Juta Lapangan Kerja

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Indonesia Siap Investasi Rp 371 Triliun Di Pengolahan Agribisnis untuk Ciptakan 8 Juta Lapangan Kerja
Indonesia Siap Investasi Rp 371 Triliun Di Pengolahan Agribisnis untuk Ciptakan 8 Juta Lapangan Kerja

Indonesia Siap Investasi, Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan rencana investasi besar-besaran senilai Rp 371 triliun (US$22 miliar) di sektor pengolahan agribisnis, sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan terhadap impor hasil pertanian olahan.

Pengumuman ini di sampaikan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam Forum Investasi Agribisnis Nasional 2025 di Jakarta, Senin (10/11). Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa investasi ini merupakan bagian dari Program Transformasi Ekonomi Hijau Indonesia 2035. Yang menargetkan penciptaan 8 juta lapangan kerja baru di sektor pertanian dan industri pengolahannya.

“Selama ini kita unggul dalam produksi bahan mentah, tapi kalah dalam nilai tambah. Mulai sekarang, fokus pemerintah adalah memperkuat rantai pengolahan, agar petani tidak hanya menjual gabah, kopi, atau kelapa sawit, tetapi juga produk turunannya,” ujar Amran.

Investasi tersebut akan di salurkan melalui kemitraan antara pemerintah, BUMN, dan swasta nasional maupun asing, dengan dukungan lembaga keuangan internasional seperti Asian Development Bank (ADB) dan Bank Dunia. Dana Rp 371 triliun itu akan di fokuskan pada empat bidang utama:

  1. Pembangunan pabrik pengolahan hasil pertanian di 20 provinsi.
  2. Digitalisasi pertanian dan penguatan logistik pangan.
  3. Pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pertanian modern.

Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia masih sekitar 12,3%. Sementara serapan tenaga kerja mencapai 28 juta orang. Namun, produktivitas dan efisiensi masih rendah karena sebagian besar hasil pertanian di ekspor dalam bentuk bahan mentah.

Indonesia Siap Investasi, Pemerintah berharap investasi masif ini akan mengubah struktur ekonomi pertanian nasional, menjadikannya lebih bernilai tambah tinggi dan berorientasi ekspor, serupa dengan model yang di terapkan oleh Thailand dan Vietnam.

Fokus Pada Nilai Tambah Dan Ketahanan Pangan Nasional

Fokus Pada Nilai Tambah Dan Ketahanan Pangan Nasional, salah satu pilar utama dari investasi Rp 371 triliun ini adalah membangun ekosistem pengolahan hasil pertanian. Pemerintah menargetkan berdirinya lebih dari 120 fasilitas pengolahan baru di seluruh Indonesia. Terutama di sentra-sentra produksi pangan seperti Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dan Papua Barat.

Setiap pabrik akan berfungsi sebagai “hub industri pertanian”, yang terintegrasi dengan pusat riset, koperasi petani, serta jaringan distribusi modern. Proyek ini juga di arahkan untuk menekan angka food loss and waste yang saat ini mencapai hampir 30% dari total produksi nasional.

Menurut Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, peran BUMN seperti PTPN, Bulog, dan Rajawali Nusantara Indonesia akan sangat sentral dalam tahap awal proyek ini. “BUMN menjadi jembatan antara petani dan industri pengolahan. Setelah itu, sektor swasta akan masuk untuk memperbesar kapasitas produksi dan memperluas ekspor,” ujarnya.

Selain meningkatkan nilai tambah produk, proyek ini juga akan berperan penting dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Dengan mengembangkan industri pengolahan di dalam negeri, Indonesia di harapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap impor produk olahan seperti tepung, pakan ternak, dan minyak nabati.

“Setiap tahun kita kehilangan miliaran dolar hanya karena impor produk olahan pertanian yang sebenarnya bisa di produksi di dalam negeri,” ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira. Ia menilai program ini akan berdampak besar bagi pengurangan defisit perdagangan sektor pangan yang pada 2024 mencapai US$6,7 miliar.

Tak hanya itu, Kementerian Pertanian juga akan menggandeng perguruan tinggi dan lembaga riset. Untuk mengembangkan teknologi tepat guna, seperti alat pengering biji, mesin fermentasi kopi otomatis, serta sistem deteksi kualitas digital berbasis AI.

8 Juta Lapangan Kerja Baru Dan Dampak Sosial Ekonomi

8 Juta Lapangan Kerja Baru Dan Dampak Sosial Ekonomi, investasi raksasa ini di proyeksikan menciptakan 8 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2035, baik langsung maupun tidak langsung. Sekitar 2,3 juta pekerjaan akan muncul di sektor produksi dan pengolahan, sedangkan sisanya berasal dari logistik, teknologi, dan layanan pendukung seperti keuangan mikro serta distribusi hasil pertanian.

Menurut perhitungan Kementerian Ketenagakerjaan, setiap Rp 1 triliun investasi di sektor pengolahan pangan dapat menciptakan rata-rata 21.000 lapangan kerja baru. Jika di hitung secara keseluruhan, potensi efek berantai dari investasi Rp 371 triliun ini bisa menyentuh lebih dari 10 juta orang di berbagai daerah.

“Ini bukan hanya tentang uang, tapi tentang harapan. Kita ingin petani di desa punya masa depan yang pasti,” kata Menaker Ida Fauziyah, menekankan pentingnya pelatihan tenaga kerja. Pemerintah berencana membuka 1.000 pusat pelatihan vokasi pertanian yang akan melatih petani muda. Agar mampu mengoperasikan teknologi pertanian modern seperti drone penyemprot pupuk, traktor otomatis, dan sistem irigasi pintar.

Dampak sosial dari proyek ini juga di perkirakan signifikan, terutama dalam mengurangi urbanisasi dan ketimpangan desa-kota. Banyak generasi muda yang selama ini meninggalkan desa. Karena rendahnya pendapatan di sektor pertanian, di harapkan kembali ke kampung halaman untuk bekerja di industri pengolahan.

Program ini juga di arahkan untuk meningkatkan peran perempuan di sektor agribisnis. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyebut bahwa 38% tenaga kerja pertanian di Indonesia adalah perempuan. Namun hanya 12% di antaranya yang memiliki akses terhadap pelatihan dan pendanaan.

“Dengan proyek ini, kita ingin memastikan perempuan tidak hanya menjadi pekerja lapangan, tetapi juga pelaku usaha yang mandiri,” ujar Menteri KPPPA Bintang Puspayoga.

Tantangan Implementasi Dan Harapan Ke Depan

Tantangan Implementasi Dan Harapan Ke Depan, meski prospeknya besar, para pengamat menilai implementasi program ini tidak akan mudah, terletak pada sinkronisasi kebijakan antarinstansi, kepastian hukum, serta keterbatasan infrastruktur di daerah-daerah potensial.

Guru Besar IPB Prof. Dwi Andreas Santosa mengingatkan bahwa investasi besar tanpa reformasi struktural akan sulit mencapai target. “Masalah utama kita bukan kekurangan dana, tapi lemahnya tata kelola lahan, korupsi perizinan, dan rantai distribusi yang panjang. Jika itu tidak di selesaikan, investasi sebesar apa pun tidak akan efektif,” katanya.

Selain itu, beberapa ekonom juga menyoroti risiko ketimpangan wilayah investasi. Jika sebagian besar proyek terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera, maka daerah lain seperti Kalimantan dan Papua bisa kembali tertinggal. Karena itu, pemerintah perlu memastikan pemerataan dengan memberikan insentif tambahan untuk wilayah Indonesia Timur.

Dalam menghadapi risiko iklim, pemerintah juga menjanjikan bahwa 40% dari total investasi akan di arahkan pada proyek agribisnis berkelanjutan. Termasuk pengembangan energi biomassa, pupuk organik, dan sistem pertanian rendah emisi karbon. “Pertanian masa depan harus hijau, efisien, dan adaptif terhadap perubahan iklim,” tegas Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar.

Sementara itu, lembaga keuangan internasional seperti ADB menyatakan dukungan terhadap proyek ini dengan memberikan pinjaman lunak senilai US$2 miliar, yang akan di salurkan bertahap selama lima tahun. Direktur ADB untuk Indonesia, Winfried Wicklein, mengatakan bahwa proyek ini akan menjadi contoh kemitraan publik-swasta yang inklusif.

“Investasi ini menunjukkan bagaimana pertanian tradisional bisa bertransformasi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi modern,” katanya.

Meski tantangannya besar, banyak pihak melihat kebijakan ini sebagai langkah visioner menuju kemandirian pangan dan industrialisasi pedesaan. Jika berhasil, Indonesia berpotensi menjadi kekuatan agribisnis terbesar di Asia Tenggara. Sekaligus contoh negara berkembang yang mampu mengubah sektor pertanian menjadi pilar kemakmuran Indonesia Siap Investasi.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait