Komnas Perempuan Dorong Hak Aborsi Aman
Komnas Perempuan Dorong Hak Aborsi Aman
Komnas Perempuan Menegaskan Pentingnya Pemenuhan Hak Aborsi Aman Bagi Korban Kekerasan Seksual Untuk Melindungi Kesejahteraan Mereka. Mereka memandang bahwa hak ini merupakan kebutuhan mendesak yang harus di penuhi. Terutama, bagi korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS), termasuk pemerkosaan. Kondisi ini mencerminkan situasi yang di hadapi oleh banyak korban yang terjebak dalam kehamilan tidak di inginkan. Hal ini yang pada akhirnya menimbulkan gangguan mental serius. satyawanti Mashudi, seorang Komisioner Komnas Perempuan, mengungkapkan bahwa akses terhadap layanan aborsi yang aman merupakan langkah penting dalam memastikan kesehatan dan keselamatan para korban. Hal ini yang sering kali menghadapi dilema berat ketika layanan ini tidak tersedia atau sulit di akses. Ketika korban tidak memiliki akses terhadap layanan aborsi aman, mereka cenderung memilih jalan yang berbahaya dan tidak aman. Di satu sisi, hal ini yang pada akhirnya bisa berakibat fatal bagi kesejahteraan fisik dan mental mereka.
Tidak jarang, korban bahkan menghadapi situasi hukum yang sulit, karena mereka di tuduh melakukan aborsi yang di anggap sebagai tindakan kriminal. Karena, mereka di tuduh melakukan aborsi yang di anggap sebagai tindakan kriminal, termasuk tuduhan pembunuhan janin yang baru di lahirkan. Hal ini tidak hanya menambah beban mental korban tetapi juga membuat mereka semakin terpuruk dalam sitausi yang sebenarnya sudah sangat sulit. Satyanwati menyoroti bahwa tanpa akses layanan yang aman, korban menjadi pihak yang paling di rugikan dan rentan. Tidak adanya layanan aborsi yang aman hanya memperburuk kondisi korban. Karena, mereka di paksa menghadapi risiko kesehatan yang tinggi serta stigma sosial yang semakin mengucilkan mereka.
Komnas Perempuan juga menekankan bahwa kebutuhan aborsi aman bagi korban kekerasan seksual bukanlah sekedar pilihan. Melainkan, hal ini merupakan hak yang harus di jamin ole negara demi melindungi keselamatan dan kesejahteraan para korban.
Komnas Perempuan Mencatat Bahwa Terdapat 103 Korban Perkosaan Yang Menyebabkan Kehamilan
Komnas Perempuan Mencatat Bahwa Terdapat 103 Korban Perkosaan Yang Menyebabkan Kehamilan, yang melaporkan kasus mereka langsung ke lembaga ini sejak tahun 2018 hingga 2023. Angka ini menggambarkan kondisi darurat bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Serta, juga mengindikasikan betapa sulitnya akses terhadap layanan aborsi aman di Indonesia. Hampir seluruh korban yang melaporkan kasus mereka, menurut catatan Komnas Perempuan, tidak mendapatkan akses terhadap layanan aborsi yang aman. Sehingga, membuat mereka berada dalam situasi yang semakin sulit dan penuh tekanan. Kasus ini menyoroti bahwa hak-hak perempuan korban kekerasan seksual masih belum sepenuhnya terlindungi dan di penuhi. Salah satu contoh nyata dari situasi ini adalah kasus yang terjadi di Jambi pada tahun 2018. Hal ini yang di mana seorang anak perempuan berusia 15 tahun menjadi korban perkosaan oleh kakaknya sendiri. Kasus ini menunjukkan bahwa selain tidak mendapatkan akses aborsi aman, korban justru menghadapi kriminalisasi.
Pada awalnya, korban di jatuhi hukuman enam bulan oleh Pengadilan Negeri setempat karena tindakan yang di lakukan. Kondisi ini memperlihatkan bagaimana korban kekerasan seksual sering kali harus menghadapi masalah hukum yang berlapis. Hal ini meski seharusnya merek di lindungi dan di beri hak untuk menentukan keputusan atas tubuh merek sendiri. Namun, di tingkat Pengadilan Tinggi, anak ini akhirnya di bebaskan setelah hakim menyatakan bahwa korban berada dalam kondisi terpaksa dan tidak seharusnya di hukum atas situasi yang menimpanya.
Putusan ini menjadi salah satu langkah maju dalam upaya memberikan keadilan bagi perempuan korban kekerasan seksual. Meski demikian, kasus ini tetap menjadi gambaran nyata bahwa sistem hukum dan layanan kesehatan di Indonesia masih perlu berbenah. Hal ini untuk memastikan korban kekerasan seksual mendapatkan perlindungan yang sepatutnya. Komnas Perempuan terus menyerukan pentingnya pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan seskual. Hal ini termasuk akses terhadap layanan aborsi yang aman.
Mengungkapkan Keprihatinan Mendalam Mengenai Fenomena Kriminalisasi Yang Di Alami Korban Perkosaan
Di sisi lain, Retty Ratnawati, Komisioner Komnas Perempuan, Mengungkapkan Keprihatinan Mendalam Mengenai Fenomena Kriminalisasi Yang Di Alami Korban Perkosaan. Ia menegaskan bahwa kasus-kasus ini mencerminkan bagaimana aborsi masih di anggap menakutkan dan di larang oleh banyak pihak. Hal ini tanpa mempertimbangkan fakta bahwa aborsi adalah prosedur medis yang sah dan sering kali di perlukan untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan korban. Menurut Retty, persepsi negatif ini mengabaikan hak-hak perempuan dan anak perempuan yang seharusnya mendapatkan perlindungan. Serta, juga dukungan dalam situasi sulit yang mereka hadapi. Retty menekankan bahwa posisi perempuan sebagai korban perkosaan dan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) lainnya seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam menentukan kebijakan hukum. Dalam banyak kasus, penerapan sanksi pidana terhadap korban justru menambah beban psikologis dan sosial yang harus mereka tanggung. Terlebih lagi, ketika korban yang terlibat adalah anak-anak, situasi ini menjadi semakin kritis.
Anak-anak seharusnya di lindungi dan mendapatkan akses pendidikan serta dukungan untuk memulihkan diri. Hal ini bukan justru di pidana dan kehilangan hak-hak dasar mereka. “Ketika kita memidana korban, kita tidak hanya menamba lapisan kekerasan yang mereka alami. Tetapi, hal ini juga menciptakan stigma yang lebih besar di masyarakat. Mereka menjadi korban perkosaan sekaligus perempuan dan anak yang di kriminalisasi.”, ujar Retty. Pernyataan ini menyoroti bagaimana perempuan yang sudah menderita akibat kekerasan seksual harus menghadapi tantangan tambahan akibat sistem hukum yang tidak sensitif terhadap keadaan mereka. Komnas Perempuan terus mendorong perubahan dalam kebijakan dan praktik hukum agar dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban kekerasan seksual.
Retty dan rekan-rekannya berharap agar masyarakat lebih memahami bahwa hak-hak perempuan harus di hormati dan di lindungi. Hal ini termasuk hak untuk mengakses layanan kesehatan yang aman dan mendukung pemulihan mereka.
Hak Atas Layanan Aborsi Yang Aman
Hak Atas Layanan Aborsi Yang Aman bagi korban perkosaan telah di atur secara jelas dalam Undang-Undang Kesehatan, yang di perkuat oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Regulasi ini berkomitmen untuk melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual, sejalan dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam Pasal 79 UU TPKS, hak-hak korban di jabarkan, termasuk hak untuk mendapatkan penanganan, perlindungan, dan pemulihan yang memadai.
Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini, menekankan bahwa “Proses pemulihan dapat berlanjut dengan penyediaan layanan aborsi yang aman, karena dampak dari layanan tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis korban di masa mendatang”. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan semua pihak dalam mendukung korban melalui seluruh proes pemulihan. Ajakan untuk meningkatkan solidaritas ini juga sejalan dengan tema Peringatan Hasi Aborsi Aman Internasional 2024, “solidarity in our community”. Dengan integrasi layanan pemulihan korban ke dalam SPPT PKKTP, di harapkan akan tercipta sinergi yang lebih baik antara penegak hukum dan lembaga pemulihan. Oleh karena itu, perlindungan dan pemulihan hak korban harus menjadi prioritas bersama, termasuk dalam perspektif Komnas Perempuan.