Jum'at, 13 Juni 2025
Tambang Nikel Di Raja Ampat Menyebabkan Pencemaran Alam
Tambang Nikel Di Raja Ampat Menyebabkan Pencemaran Alam

Tambang Nikel Di Raja Ampat Menyebabkan Pencemaran Alam

Tambang Nikel Di Raja Ampat Menyebabkan Pencemaran Alam

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Tambang Nikel Di Raja Ampat Menyebabkan Pencemaran Alam
Tambang Nikel Di Raja Ampat Menyebabkan Pencemaran Alam

Tambang Nikel Di Raja Ampat Menyebabkan Pencemaran Alam Dan Pelanggaran Ini Di Temukan Oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menemukan berbagai pelanggaran lingkungan yang di lakukan oleh sejumlah perusahaan pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, wilayah Papua Barat Daya. Temuan ini mencuat setelah di lakukan peninjauan terhadap kegiatan penambangan yang berlangsung di kawasan tersebut. Dari total lima entitas yang telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP), terdapat sejumlah perusahaan yang terindikasi melakukan pelanggaran terhadap regulasi yang berlaku. Beberapa bentuk penyimpangan yang berhasil di identifikasi mencakup tindakan eksploitasi di wilayah hutan lindung. Kemudian penyimpangan ini juga mencakup aktivitas di luar batas izin yang telah di tetapkan hingga dampak negatif terhadap ekosistem seperti pencemaran lingkungan.

Selain itu, perusahaan-perusahaan tersebut juga terlibat dalam eksplorasi di zona yang secara hukum di larang untuk di manfaatkan secara komersial. Aktivitas mereka di nilai telah merusak kawasan yang memiliki nilai keanekaragaman hayati tinggi dan penting secara ekologis. Raja Ampat di kenal sebagai kawasan yang menjadi habitat lebih dari 75 persen spesies karang dunia. Kemudian Raja Ampat juga menjadi rumah bagi ribuan jenis spesies endemik yang hanya dapat di temukan di wilayah tersebut. Dengan kondisi geografis dan ekosistem yang sangat bernilai tersebut, kerusakan yang di timbulkan dari aktivitas pertambangan di anggap berisiko besar. Tentunya terhadap kelestarian lingkungan dan keseimbangan alam di kawasan ini.

Menanggapi situasi tersebut, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentoleransi bentuk kerusakan sekecil apa pun. Terutama di wilayah yang memiliki nilai ekologis luar biasa tersebut. Dalam pernyataan resminya, beliau menyampaikan bahwa lembaganya berkomitmen kuat untuk menegakkan aturan hukum secara tegas. Kemudian lembaganya juga akan melakukan pemulihan lingkungan sebagai bagian dari langkah korektif atas kerusakan yang terjadi.

Melakukan Kegiatan Tambang Nikel Di Hutan Lindung

PT Gag Nikel, sebuah perusahaan yang beroperasi di sektor pertambangan, di ketahui Melakukan Kegiatan Tambang Nikel Di Hutan Lindung. Pasalnya perusahaan ini melakukan kegiatan eksploitasi nikel di Pulau Gag yang wilayah yang seluruhnya di kategorikan sebagai kawasan hutan lindung. Pulau ini juga tergolong sebagai pulau kecil. Meskipun telah memperoleh berbagai izin resmi dari otoritas terkait, aktivitas perusahaan ini menimbulkan sorotan karena berada di area dengan status perlindungan yang tinggi secara ekologis.

Di samping itu, PT Gag Nikel juga telah mengantongi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (amdal) sejak tahun 2014. Dokumen tersebut kemudian di perbarui dengan adendum pada 2022. Selanjutnya di susul adendum tipe A yang di sahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun berikutnya. Tak hanya itu, perusahaan ini juga telah di beri Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) masing-masing pada tahun 2015 dan 2018. Inilah yang semakin memperkuat landasan legal mereka dalam mengakses lahan hutan. Kemudian, pada tahun 2020, mereka juga menerima dokumen Penataan Areal Kerja (PAK) sebagai bentuk pengaturan administratif atas wilayah operasional.

Hingga pertengahan tahun 2025, area tambang yang telah di buka mencapai total 187,87 hektare. Yang mana sekitar 135,45 hektare di antaranya telah melalui proses reklamasi. Namun demikian, Kementerian Lingkungan Hidup menilai bahwa meskipun perusahaan telah mengantongi dokumen dan izin yang relevan, operasional mereka tetap berlangsung di lokasi yang tergolong sebagai hutan lindung sepenuhnya. Mengingat status Pulau Gag sebagai kawasan konservasi dan pulau kecil, maka keberadaan aktivitas industri dalam bentuk apa pun di sana menimbulkan kekhawatiran serius. Khususnya terhadap keberlanjutan lingkungan.

PT ASP Sebagai Penyebab Pencemaran Alam

PT Anugerah Surya Pratama (ASP) merupakan salah satu perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Manuran dengan luas konsesi sekitar 1.173 hektare. Baru-baru ini di laporkan bahwa PT ASP Sebagai Penyebab Pencemaran Alam yang telah menyebabkan gangguan terhadap lingkungan. Dugaan pencemaran tersebut muncul akibat rusaknya kolam penampung limbah (settling pond) yang berfungsi sebagai fasilitas pengendali limbah tambang. Selain itu, kegiatan eksploitasi yang di lakukan oleh PT ASP juga di ketahui terjadi di wilayah yang termasuk dalam kawasan suaka alam. Kawasan ini seharusnya di lindungi dan tidak di perkenankan untuk di jadikan area pertambangan. Keberadaan aktivitas pertambangan di area tersebut tidak hanya melanggar prinsip-prinsip konservasi. Adanya aktivitas ini juga berpotensi besar merusak ekosistem yang bersifat sensitif dan penting bagi keseimbangan alam.

Menanggapi hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyatakan akan melakukan langkah tegas terhadap perusahaan tersebut. Langkah pertama yang akan di ambil adalah dengan menginstruksikan evaluasi kembali atas dokumen persetujuan lingkungan yang di miliki oleh PT ASP. Peninjauan ini akan di fokuskan pada kesesuaian antara aktivitas lapangan dengan izin yang telah di terbitkan. Selain itu, KLH/BPLH juga menyatakan bahwa mereka akan menempuh jalur hukum. Baik secara pidana maupun perdata, untuk menindaklanjuti kasus pencemaran dan pelanggaran wilayah konservasi yang di lakukan oleh perusahaan tersebut.

Perlu di ketahui bahwa PT Anugerah Surya Pratama telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk tahap Operasi Produksi berdasarkan Surat Keputusan Menteri ESDM. Surat keputusan ini di terbitkan pada tanggal 7 Januari 2024, dengan masa berlaku hingga 7 Januari 2034. Selain itu, perusahaan ini juga telah memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (amdal) yang di peroleh sejak tahun 2006. Pada tahun yang sama, perusahaan juga menerima dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) yang di sahkan oleh Bupati Raja Ampat sebagai bagian dari persyaratan lingkungan dalam proses perizinan mereka.

PT MRP Melakukan Kegiatan Tanpa PPKH

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) kembali menemukan pelanggaran serius terhadap ketentuan lingkungan dan kehutanan oleh perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan konservasi. Salah satu perusahaan yang menjadi sorotan adalah PT Mulia Raymond Perkasa (MRP). Pasalnya PT MRP Melakukan Kegiatan Tanpa PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan. Ketidakterpenuhinya syarat administratif dan legalitas lingkungan ini di anggap sebagai pelanggaran berat terhadap regulasi yang mengatur pengelolaan wilayah hutan lindung dan konservasi. Oleh karena itu, KLH memutuskan untuk menghentikan seluruh operasional perusahaan tersebut. Kemudian KLH segera mengupayakan tindakan hukum guna memberikan efek jera serta menjaga integritas kawasan yang terdampak.

PT MRP sendiri mengoperasikan aktivitas tambangnya berdasarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang di peroleh melalui Surat Keputusan Bupati Raja Ampat. Izin tersebut mencakup area seluas 2.193 hektare di Pulau Batang Pele dan berlaku selama 20 tahun. Artinya bahwa izin ini akan kedaluwarsa pada 26 Februari 2033. Namun, meskipun perusahaan ini telah memiliki dasar hukum dalam bentuk IUP, operasional mereka tetap tidak sah. Pasalnya tidak di sertai persetujuan lingkungan maupun izin pemanfaatan kawasan hutan yang di wajibkan untuk kegiatan di area konservasi. Hal ini memperlihatkan adanya kelalaian atau kesengajaan dalam menjalankan eksplorasi tanpa memenuhi standar perlindungan ekosistem yang berlaku.

Selain PT MRP, KLH juga menemukan pelanggaran serupa yang di lakukan oleh PT Kawei Sejahtera Mining (KSM). Perusahaan ini beroperasi di Pulau Kawe. Pulau Kawe merupakan sebuah pulau kecil yang berada di wilayah hutan produksi. Melalui proses pengawasan di lapangan, KLH mendapati bahwa perusahaan ini melakukan kegiatan di luar batas wilayah yang telah di tetapkan dalam izin kawasan mereka.

Tambang Nikel yang sedang beraksi di Raja Ampat masih menjadi sorotan. Hingga kini banyak yang masih mengkritik tentang kerusakan yang akan di timbulkan oleh beroperasinya Tambang Nikel.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait