Krisis Kesehatan Dan Iklim: Belém Health Action Plan
Krisis Kesehatan Dan Iklim: Belém Health Action Plan

Krisis Kesehatan Dan Iklim, perubahan iklim bukan lagi sekadar isu lingkungan—ia telah berkembang menjadi ancaman kesehatan paling signifikan abad ini. WHO dalam laporan tahunannya menegaskan bahwa krisis iklim berkontribusi langsung terhadap peningkatan penyakit pernapasan akibat polusi, penyebaran penyakit tropis ke wilayah baru, serta kenaikan kasus malnutrisi yang di picu oleh gangguan produksi pangan. Banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, Brasil, dan negara-negara Afrika Sub-Sahara, menghadapi beban ganda: mereka berada di garis depan perubahan iklim sekaligus memiliki sistem kesehatan yang rapuh.
Dunia medis melihat pola penyakit baru yang muncul jauh lebih cepat dari kemampuan adaptasi sistem kesehatan. Misalnya, dengue kini di temukan di wilayah yang sebelumnya beriklim lebih dingin seperti Eropa Selatan. Fenomena ini memaksa pemerintah untuk memperluas program pengendalian vektor ke lokasi yang tidak pernah di prediksi. Pada saat yang sama, gelombang panas ekstrem sedang menewaskan puluhan ribu orang setiap tahun, terutama lansia dan kelompok rentan lain yang tidak mampu mengakses pendingin ruangan atau fasilitas kesehatan. Serangan panas ekstrem tahun 2023 di Eropa misalnya, menewaskan lebih dari 60 ribu orang hanya dalam beberapa minggu, menjadikan heatwave sebagai pembunuh “diam-diam” yang lebih mematikan daripada banyak bencana lainnya.
COP30 yang di gelar di Belém, Brasil, kemudian menjadi momentum penting ketika dunia akhirnya sepakat menempatkan kesehatan sebagai prioritas utama. Peluncuran Belém Health Action Plan merupakan jawaban atas kegagalan pendekatan sebelumnya yang tidak mengintegrasikan kesehatan secara sistematis dalam agenda adaptasi dan mitigasi iklim global.
Krisis Kesehatan Dan Iklim, dengan meningkatnya frekuensi bencana, biaya kesehatan yang membengkak, dan ancaman penyakit baru, Belém Health Action Plan menjadi langkah paling signifikan setelah kesepakatan Paris 2015 dalam mengaitkan kesehatan dan iklim. Inilah yang menjadikan COP30 bukan hanya konferensi lingkungan, tetapi tonggak perubahan kebijakan kesehatan dunia.
Isi, Fokus, Dan Tujuan Utama Belém Health Action Plan
Isi, Fokus, Dan Tujuan Utama Belém Health Action Plan, Belém Health Action Plan di susun untuk menjadi kerangka global yang memastikan setiap negara memiliki strategi jelas dalam menghadapi dampak kesehatan dari perubahan iklim. Dokumen ini mencakup empat pilar utama: penguatan sistem kesehatan, integrasi kesehatan dalam kebijakan iklim nasional, pendanaan kesehatan-iklim, dan peningkatan riset serta pemantauan penyakit. Rencana ini di susun melalui konsultasi panjang dengan lebih dari 130 pemerintahan. Lembaga kesehatan global, peneliti, serta komunitas lokal, termasuk masyarakat adat Amazon yang merasakan langsung dampak krisis iklim.
Pilar pertama, penguatan sistem kesehatan, menekankan bahwa fasilitas kesehatan harus mampu bertahan dalam kondisi ekstrem. Banyak rumah sakit di negara berkembang tidak memiliki cadangan listrik atau infrastruktur yang tahan banjir. Akibatnya, pada bencana besar seperti di Pakistan tahun 2022 atau Mozambik pada 2019, ribuan pasien terlantar karena fasilitas kesehatan tidak dapat berfungsi.
Pilar kedua, integrasi kesehatan dalam NDC (Nationally Determined Contributions), mendorong negara memasukkan indikator kesehatan dalam program adaptasi iklim. Artinya, kebijakan terkait transportasi, pangan, energi, dan pembangunan kota harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kesehatan.
Pilar ketiga adalah pendanaan. Selama ini, kurang dari 1 persen dana iklim global di alokasikan untuk kesehatan. Belém Plan memperluas akses pendanaan melalui Green Climate Fund, Loss & Damage Fund, dan alokasi pendanaan bilateral. Negara-negara berpendapatan rendah akan menerima prioritas dalam proyek penguatan fasilitas kesehatan, sistem air bersih, dan surveilans penyakit.
Pilar keempat, riset dan data, mendorong kolaborasi internasional untuk memantau pola penyakit yang berubah akibat iklim. Banyak penyakit tropis kini bermigrasi ke wilayah baru, sehingga di perlukan sistem pemantauan terpadu berbasis data iklim. Teknologi prediktif, AI, dan pemodelan iklim di gunakan untuk mengantisipasi wabah sebelum terjadi. Selain itu, negara di dorong meningkatkan produksi vaksin dan obat yang relevan untuk penyakit iklim.
Komitmen Negara-Negara Dalam Implementasi Rencana
Komitmen Negara-Negara Dalam Implementasi Rencana, peluncuran rencana ini mendapat sambutan beragam dari negara-negara peserta COP30. Brasil sebagai tuan rumah berkomitmen memperluas sistem peringatan dini penyakit yang berhubungan dengan iklim dan memperkuat fasilitas kesehatan di wilayah Amazon. Uni Eropa menyatakan dukungan penuh dan berjanji mengalokasikan dana tambahan untuk penelitian kesehatan iklim. Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, menegaskan kesiapan untuk memasukkan kesehatan ke dalam NDC terbaru. Terutama terkait ancaman demam berdarah, polusi udara, dan penyakit zoonotik.
Negara-negara kepulauan Pasifik memberikan dukungan kuat karena mereka merupakan kelompok yang paling rentan. Dengan naiknya permukaan laut dan berulangnya bencana badai tropis, sistem kesehatan mereka terus tertekan. Belém Plan di anggap sebagai “penyelamat” karena akhirnya menempatkan kesehatan sebagai prioritas global. Sementara itu, negara berpenghasilan rendah berharap pendanaan dapat di realisasikan dengan cepat, mengingat kesenjangan infrastruktur kesehatan sangat besar.
Namun tantangan implementasi tetap besar. Banyak negara masih menghadapi tekanan fiskal, konflik internal, serta kapasitas kelembagaan yang terbatas. Ada kekhawatiran bahwa rencana ini akan sulit di laksanakan jika tidak di sertai komitmen pendanaan yang kuat dan mekanisme akuntabilitas yang jelas. Oleh karena itu, WHO menyiapkan mekanisme pemantauan tahunan untuk menilai perkembangan implementasi.
Dengan komitmen global yang meluas, COP30 mencatat rekor sebagai konferensi iklim pertama yang mendapatkan dukungan lintas sektor. Mulai dari kementerian kesehatan, lingkungan, keuangan, hingga pemimpin ilmiah. Dunia untuk pertama kalinya bergerak bersama menjadikan kesehatan sebagai inti kebijakan iklim jangka panjang.
Dampak Jangka Panjang Bagi Dunia Dan Prospek Masa Depan
Dampak Jangka Panjang Bagi Dunia Dan Prospek Masa Depan, jika di implementasikan dengan tepat, Belém Health Action Plan dapat mengurangi beban kesehatan global dalam 20–30 tahun ke depan. Penguatan sistem kesehatan akan mencegah ribuan kematian akibat heatwave, sementara sistem surveilans yang lebih baik dapat mendeteksi wabah lebih awal. Pendanaan yang stabil juga akan membantu negara miskin meningkatkan infrastruktur kesehatan mereka, mulai dari puskesmas hingga rumah sakit.
Krisis iklim juga memengaruhi air bersih, sanitasi, dan keamanan pangan. Kekeringan di banyak negara memaksa masyarakat menggunakan air yang tidak higienis. Sehingga mempercepat penyebaran penyakit seperti kolera dan diare akut pada anak-anak. Di sisi lain, banjir besar merusak fasilitas kesehatan, mendorong ribuan orang berdesakan di pos darurat sehingga meningkatkan risiko penularan penyakit menular. Ketika produksi pangan terganggu, angka stunting dan malnutrisi melonjak, yang pada akhirnya berdampak pada generasi masa depan.
Selain itu, integrasi kesehatan dalam kebijakan iklim nasional akan menciptakan manfaat luas. Kebijakan transportasi ramah lingkungan akan menurunkan polusi udara; desain kota hijau akan menurunkan suhu urban; dan di versifikasi pangan akan mengurangi risiko malnutrisi. Semua ini memberikan “co-benefits” kesehatan yang langsung di rasakan masyarakat.
Namun keberhasilan rencana ini bergantung pada komitmen politik dan disiplin implementasi. Dunia tidak punya banyak waktu. WHO memperingatkan bahwa tanpa aksi serius, perubahan iklim dapat menyebabkan 250 ribu kematian tambahan per tahun pada 2030–2050. Belém Plan menjadi harapan baru yang dapat mengubah arah krisis kesehatan global menjadi era mitigasi dan adaptasi yang lebih kuat.
Dengan di sepakatinya rencana ini, COP30 akan di kenang sebagai titik balik penting. Momen ketika dunia akhirnya sepakat bahwa kesehatan manusia bukan sekadar dampak sampingan perubahan iklim, melainkan inti dari keberlangsungan planet ini Krisis Kesehatan Dan Iklim.