Kamis, 20 November 2025
Dua Hotel Indonesia Masuk Daftar 50 Hotel Terbaik Dunia 2025
Dua Hotel Indonesia Masuk Daftar 50 Hotel Terbaik Dunia 2025

Dua Hotel Indonesia Masuk Daftar 50 Hotel Terbaik Dunia 2025

Dua Hotel Indonesia Masuk Daftar 50 Hotel Terbaik Dunia 2025

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Dua Hotel Indonesia Masuk Daftar 50 Hotel Terbaik Dunia 2025
Dua Hotel Indonesia Masuk Daftar 50 Hotel Terbaik Dunia 2025

Dua Hotel Indonesia, kembali mencatatkan prestasi gemilang di kancah global setelah dua hotel asal Bali masuk dalam daftar 50 Hotel Terbaik Dunia 2025 versi The World’s 50 Best Hotels, ajang penghargaan bergengsi yang setiap tahunnya menjadi barometer industri hospitality internasional.

Kedua hotel tersebut adalah Desa Potato Head, yang berlokasi di Seminyak dan berhasil menempati peringkat ke-18, serta Mandapa, a Ritz-Carlton Reserve, yang berlokasi di Ubud dan menduduki posisi ke-50. Pengumuman di lakukan dalam sebuah acara bergengsi di London pada 2 November 2025. Di hadiri oleh para pelaku industri pariwisata, pemilik hotel, arsitek, dan jurnalis perjalanan dunia.

Prestasi ini menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara yang selama ini mendominasi sektor perhotelan mewah seperti Italia, Jepang, dan Prancis. “Ini bukan sekadar penghargaan untuk dua properti, tetapi pengakuan global bahwa Indonesia memiliki standar pelayanan dan pengalaman yang setara, bahkan melampaui banyak destinasi dunia,” ujar Angela Tanoesoedibjo, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dalam pernyataannya kepada media.

Acara The World’s 50 Best Hotels sendiri merupakan bagian dari seri penghargaan global. Yang juga mencakup The World’s 50 Best Restaurants dan Bars. Tahun 2025, daftar hotel di susun berdasarkan hasil penilaian lebih dari 800 panelis internasional, termasuk jurnalis perjalanan, konsultan hospitality, dan pelancong profesional dari 13 wilayah dunia.

Dua Hotel Indonesia, metodologi penilaian menitikberatkan pada pengalaman tamu secara keseluruhan, bukan sekadar kemewahan fisik. Faktor-faktor seperti keramahan staf, orisinalitas konsep, integrasi budaya lokal, keberlanjutan lingkungan, serta keunikan desain menjadi tolok ukur utama. Kehadiran dua hotel Indonesia dalam daftar tahun ini menunjukkan bahwa konsep hospitality berbasis nilai dan budaya lokal kini menjadi daya saing baru di pasar global.

Rahasia Keberhasilan: Memadukan Estetika Lokal Dan Layanan Global

Rahasia Keberhasilan: Memadukan Estetika Lokal Dan Layanan Global, Desa Potato Head, yang di kembangkan oleh kreator dan pengusaha Indonesia Ronald Akili, di kenal sebagai ikon baru gaya hidup berkelanjutan di Bali. Hotel ini bukan sekadar tempat menginap, melainkan sebuah ekosistem kreatif yang menggabungkan seni, arsitektur, musik, dan keberlanjutan lingkungan.

Kompleksnya terdiri dari Potato Head Beach Club, galeri seni, studio kreatif, restoran zero-waste, hingga Potato Head Suites. Yang di rancang oleh arsitek Inggris David Gianotten dari OMA (firma milik Rem Koolhaas). Hampir seluruh elemen interior hotel ini menggunakan bahan daur ulang: kayu dari rumah tua Jawa, kaca bekas botol, hingga tekstil hasil limbah mode.

Berbeda dari semaraknya Potato Head, Mandapa Ubud memancarkan suasana ketenangan dan eksklusivitas. Terletak di tepi Sungai Ayung dan di kelilingi sawah terasering, Mandapa. Yang berarti “paviliun suci” dalam bahasa Sanskerta—adalah tempat di mana kemewahan bertemu spiritualitas Bali.

Properti ini merupakan bagian dari jaringan Ritz-Carlton Reserve. Lini paling eksklusif dari Marriott International, yang hanya memiliki enam properti di dunia. Setiap vila di Mandapa di lengkapi private butler, kolam pribadi, dan akses langsung ke alam terbuka. Arsitekturnya menonjolkan bahan alami seperti batu andesit, bambu, dan kayu jati, menghadirkan keseimbangan sempurna antara kenyamanan modern dan estetika tradisional.

Baik Potato Head maupun Mandapa menampilkan dua wajah Bali yang berbeda namun saling melengkapi: kreatif dan spiritual, urban dan alami, berani dan tenang. Keduanya memperlihatkan bahwa kekuatan Indonesia bukan hanya pada keindahan alamnya, tetapi juga pada kemampuan mengolah pengalaman menjadi cerita yang berkesan.

Dampak Ekonomi, Budaya, Dan Pariwisata Untuk Indonesia

Dampak Ekonomi, Budaya, Dan Pariwisata Untuk Indonesia, masuknya dua hotel ini dalam daftar dunia membawa dampak nyata yang melampaui gengsi semata. Di sisi ekonomi, prestasi ini memperkuat posisi Indonesia—khususnya Bali—dalam segmen pariwisata mewah (luxury travel). Salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat di dunia.

Data World Travel & Tourism Council (WTTC) tahun 2025 mencatat bahwa pengeluaran wisatawan kelas atas meningkat 18 % di banding tahun sebelumnya. Sementara itu, kontribusi pariwisata premium terhadap PDB Indonesia naik menjadi 5,2 %, sebagian besar di sumbang oleh Bali dan Nusa Tenggara.

Penghargaan seperti World’s 50 Best Hotels memiliki efek domino. Pertama, meningkatkan eksposur internasional. Hotel-hotel yang masuk daftar biasanya mengalami lonjakan pencarian daring hingga 70 % dalam tiga bulan setelah pengumuman. Hal ini berpotensi mendatangkan wisatawan baru, terutama dari pasar Eropa, Amerika, dan Asia Timur.

Kedua, mendorong peningkatan standar industri lokal. Banyak pelaku hotel di Indonesia kini terinspirasi untuk mengembangkan konsep yang tidak hanya menonjolkan kemewahan, tetapi juga keberlanjutan dan narasi budaya. Asosiasi Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai, prestasi dua hotel ini bisa menjadi “benchmark baru” bagi industri nasional.

Ketiga, dampak budaya. Keberhasilan ini memperlihatkan bagaimana kekayaan budaya lokal Indonesia. Baik dalam arsitektur, kuliner, maupun nilai keramahan—dapat di terjemahkan secara modern dan mendunia. Dalam konteks ini, Desa Potato Head dan Mandapa menjadi contoh konkret bahwa soft power Indonesia mampu berbicara di panggung global melalui industri perhotelan.

Sementara bagi Bali sendiri, penghargaan ini memperkuat posisinya sebagai laboratorium pariwisata berkelanjutan dunia. Pemerintah daerah Bali kini tengah mengembangkan konsep “Green Bali 2030”. Menargetkan semua hotel bintang lima di pulau itu untuk menerapkan standar emisi rendah dan sistem pengelolaan limbah terpadu. Desa Potato Head menjadi mitra utama dalam proyek tersebut.

Tantangan, Harapan, Dan Arah Masa Depan Industri Hotel Indonesia

Tantangan, Harapan, Dan Arah Masa Depan Industri Hotel Indonesia, di balik sorotan positif, para pakar juga mengingatkan bahwa mempertahankan reputasi lebih sulit daripada mencapainya. Dunia perhotelan berubah cepat, dengan tren digitalisasi, kesadaran lingkungan, dan personalisasi layanan yang semakin dominan.

Mandapa dan Potato Head telah mengambil langkah signifikan. Bekerja sama dengan pengrajin lokal, menggunakan energi terbarukan, hingga melatih staf dalam praktik hijau. Namun, industri yang lebih luas masih perlu dukungan regulasi dan insentif agar dapat mengikuti arah yang sama.

Dari sisi pemerintah, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berencana memperluas program Sustainable Tourism Certification agar mencakup hotel-hotel menengah dan butik di seluruh nusantara. “Kami ingin menjadikan keberlanjutan sebagai DNA industri pariwisata Indonesia, bukan sekadar tren,” kata Menparekraf Sandiaga Uno.

Lebih jauh, Indonesia juga berpotensi mengembangkan destinasi hotel mewah di luar Bali, seperti Labuan Bajo, Raja Ampat, dan Danau Toba. Keberhasilan dua hotel di Bali bisa menjadi pembuka jalan bagi daerah-daerah lain untuk menampilkan keunikan lokal mereka ke panggung dunia.

Selain faktor lokal, Etihad dan Qatar Airways—dua maskapai besar Timur Tengah—telah membuka rute langsung ke Bali dan Jakarta, meningkatkan akses wisatawan premium ke Indonesia. Di saat yang sama, platform digital seperti Booking.com dan Expedia kini memberi ruang khusus bagi hotel-hotel yang memiliki sertifikasi hijau.

Pada akhirnya, keberhasilan Desa Potato Head dan Mandapa bukan hanya tentang dua nama di daftar prestisius. Melainkan refleksi dari evolusi panjang industri pariwisata Indonesia. Dari masa ketika hotel-hotel lokal sekadar mengikuti tren luar, kini mereka menciptakan tren itu sendiri.

Dalam sepuluh tahun terakhir, konsep “authentic luxury”—kemewahan yang berakar pada keaslian budaya—telah menjadi narasi kuat. Indonesia memiliki semua bahan untuk sukses: keindahan alam, warisan budaya yang kaya, dan karakter masyarakat yang hangat. Tantangannya kini adalah menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan keberlanjutan, antara profit dan nilai Dua Hotel Indonesia.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait