Jum'at, 13 Desember 2024
Gurun Sahara Mengalami Hujan Langka Dan Banjir
Gurun Sahara Mengalami Hujan Langka Dan Banjir

Gurun Sahara Mengalami Hujan Langka Dan Banjir

Gurun Sahara Mengalami Hujan Langka Dan Banjir

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Gurun Sahara Mengalami Hujan Langka Dan Banjir
Gurun Sahara Mengalami Hujan Langka Dan Banjir

Gurun Sahara Terendam Banjir Untuk Pertama Kalinya Dalam 50 Tahun Terakhir Setelah Mengalami Hujan Yang Langka. Pemanasan global saat ini tidak lagi sekadar teori, melainkan realitas yang telah mengubah kondisi bumi secara signifikan. Dampaknya terlihat dengan sangat jelas, berawal terjadi badai yang besar di Eropa Utara sampai banjir tidak di duga pada daerah gurun. Situasi saat ini di sebabkan oleh naiknya konsentrasi gas rumah kaca pada atmosfer, termasuk nitrogen oksida, karbon dioksida, serta metana. Gas tersebut membentuk lapisan yang menyelimuti bumi, mencegah panas yang aturan di pantulkan balik menuju luar angkasa. Meski efek rumah kaca adalah proses natural yang jaga bumi tetap hangat serta layak untuk tinggal. Segala aktivitas manusia sejak revolusi industri telah menyebabkan peningkatan signifikan kadar gas saat ini. Pembakar bahan bakar deforestai, fosil, serta praktek pertanian intensif sudah lepaskan jutaan ton gas rumah kaca menuju atmosfer, membuat bumi jadi panas.

Satu dampak yang sangat mencolok pemanasan global terdapat pada negara Finlandia. Sebuah negara yang biasanya di kenal negara musim dingin yang extrem. Badai Milton baru ini di Finlandia membawa angin kencang dengan kecepatan sampai 140 km/jam serta hujan yang setara dengan sebulan penuh dalam waktu singkat. Hal tersebut terjadi karena berubah suhu di Laut Arktik yang mempengaruhi pola atmosfer. Mengakibatkan fenomena badai tropis di wilayah utara sebelum itu belum pernah mengalaminya. Badai tersebut melumpuhkan infrastruktur, sebabkan padam listrik besar-besaran, gangguan transportasi, serta banjir pada berbagai kota.

Kerugian ekonomi yang di akibatkan capai miliaran euro, di tambah berdampak jangka panjang untuk kehutanan serta pertania. Selain itu, pada Kutub Utara, es cair dengan cepat. Menurut penelitian baru yang terbit, Kutub Utara kemungkinan mengalami musim panas tanpa es antara tahun 2035 sampai 2067.

Gurun Sahara Di Bagian Tenggara

Hujan deras yang jarang terjadi telah menciptakan laguna air biru di tengah pohon palem dan bukit pasir Gurun Sahara, yang biasanya kering. Hujan ini juga menyuburkan beberapa wilayah yang sebelumnya di landa kekeringan. Membawa air dalam jumlah yang belum pernah terlihat selama puluhan tahun. Gurun Sahara Di Bagian Tenggara Maroko di kenal sebagai salah satu tempat terkering di dunia dan jarang menerima curah hujan, terutama pada akhir musim panas. Menurut Pemerintah Maroko, dalam dua hari di bulan September 2024, curah hujan di beberapa wilayah telah melampaui rata-rata tahunan. Daerah seperti Tata, yang biasanya hanya menerima curah hujan kurang dari 250 milimeter per tahun, terkena dampak paling parah. Di desa Tagounite, yang terletak sekitar 450 kilometer di selatan Rabat. Tercatat curah hujan lebih dari 100 mm dalam waktu 24 jam.

Badai ini menciptakan pemandangan yang luar biasa dengan air yang mengalir deras melalui pasir Sahara. Di tengah kastil kuno dan flora gurun. Houssine Youabeb dari Direktorat Jenderal Meteorologi Maroko menyatakan bahwa sudah 30 hingga 50 tahun sejak wilayah ini mengalami hujan sebanyak itu dalam waktu singkat. Para ahli meteorologi menjelaskan bahwa badai ekstratropis seperti ini mungkin mengubah pola cuaca di wilayah tersebut dalam beberapa bulan dan tahun ke depan. Sebab, udara yang kini menahan lebih banyak uap air dapat menyebabkan lebih banyak penguapan dan memicu lebih banyak badai. Selama enam tahun terakhir, kekeringan telah menjadi tantangan besar bagi masyarakat Maroko. Membuat para petani meninggalkan ladang mereka dan memaksa pembatasan konsumsi air di kota-kota dan desa-desa. Namun, hujan melimpah ini mungkin akan bantu isi kembali akuifer air tanah besar di bawah gurun. Yang sangat di andalkan oleh penduduk setempat.

Perubahan Iklim

Fenomena Perubahan Iklim terus memperlihatkan bukti nyata di berbagai belahan dunia. Kali ini terlihat di Gurun Sahara yang merupakan gurun non-polar terbesar di dunia. Menurut laporan dari The Guardian, banjir besar pertama dalam setengah abad melanda wilayah ini. Sebagai akibat dari curah hujan yang sangat tinggi yang mengguyur Tenggara Maroko. Beberapa daerah di kawasan tersebut mengalami hujan deras selama 24 jam, yang sangat jarang terjadi. Citra satelit dari NASA menunjukkan bahwa Danau Iriqui, yang telah kering selama 50 tahun, mulai terisi kembali akibat banjir tersebut. Pejabat dari badan meteorologi Maroko, Houssine Youabeb, dalam wawancara dengan Associated Press, menjelaskan bahwa intensitas hujan seperti ini terakhir terjadi sekitar 30 hingga 50 tahun lalu dalam periode waktu yang sangat singkat.

Badai yang di sebut sebagai badai ekstra-tropis oleh para ahli meteorologi. Di prediksi akan mengubah pola cuaca di kawasan tersebut dalam beberapa bulan hingga tahun-tahun mendatang. Sebab, udara yang lebih banyak mengandung uap air meningkatkan penguapan yang dapat memicu badai lebih sering. Banjir yang terjadi di Maroko juga menewaskan 18 orang pada bulan sebelumnya. Dan dampaknya menyebar ke wilayah yang sebelumnya terkena gempa bumi pada tahun lalu. Waduk-waduk di kawasan ini dilaporkan terisi penuh dalam waktu singkat, menambah fenomena cuaca ekstrem yang terus meningkat akibat pemanasan global. Sahara, yang luasnya mencapai 9,4 juta kilometer persegi, di kenal sebagai gurun panas terbesar di dunia dan melintasi lebih dari selusin negara di Afrika Utara, Tengah, dan Barat. Kekeringan yang sering terjadi di wilayah ini menjadi masalah yang semakin besar. Di picu oleh peristiwa cuaca ekstrem yang meningkat seiring dengan perubahan iklim global.

Di Picu Oleh Hujan Deras

Banjir yang jarang terjadi di Gurun Sahara Di Picu Oleh Hujan Deras selama dua hari. Di mana volume air yang turun setara dengan curah hujan selama lebih dari satu tahun. Menurut Houssine Youabeb, seorang pejabat badan meteorologi Maroko. Fenomena ini merupakan yang terbesar dalam 30 hingga 50 tahun terakhir, terutama dalam waktu yang sangat singkat. Sahara, yang dikenal sebagai gurun panas terbesar di dunia, membentang di belasan negara Afrika, termasuk Maroko. Kawasan Tenggara Maroko sendiri merupakan salah satu wilayah terkering di dunia dan jarang sekali mengalami hujan di penghujung musim panas. Di Tagounite, sebuah desa yang terletak sekitar 450 kilometer di selatan ibu kota Rabat. Curah hujan di laporkan mencapai lebih dari 100 milimeter dalam kurun waktu 24 jam. Para ahli meteorologi mengklasifikasikan hujan yang langka tersebut sebagai badai ekstratropis, yang di picu oleh udara dengan kandungan uap air yang tinggi.

Udara ini mendorong penguapan lebih banyak dan menghasilkan badai yang lebih sering. Bahkan, citra satelit milik NASA menunjukkan danau yang berada di antara Kota Zagora dan Kota Tata telah terisi penuh dengan air, meskipun danau tersebut telah mengering selama 50 tahun terakhir. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) juga menegaskan bahwa siklus air global kini berubah lebih cepat dan lebih sering. Celeste Saulo, Sekretaris Jenderal WMO, menyatakan bahwa suhu bumi yang meningkat mempercepat siklus hidrologi, membuatnya lebih tidak stabil dan sulit diprediksi. Hal ini menyebabkan semakin seringnya kejadian cuaca ekstrem, yang mengakibatkan masalah antara terlalu banyak atau terlalu sedikit air di berbagai belahan dunia. Seiring dengan peningkatan kejadian cuaca ekstrem akibat pemanasan global, para ilmuwan memperkirakan bahwa badai serupa kemungkinan akan terjadi lebih sering di Sahara di masa mendatang. Curah hujan yang tiba-tiba dan tidak terduga telah mengubah lanskap kering menjadi oasis sementara di tengah hamparan pasir yang luas di Gurun Sahara.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait