
Internet Terputus gelombang protes dan kecemasan menyapu Kamerun setelah jaringan internet di seluruh negeri mendadak terputus hanya beberapa jam setelah pemungutan suara nasional berakhir. Jutaan warga dari berbagai kota besar seperti Yaoundé, Douala, hingga Bamenda terbangun dalam keheningan digital yang menyesakkan. Situs berita tidak dapat di akses, pesan WhatsApp tak terkirim, dan seluruh aktivitas daring berhenti total. Pemerintah tidak memberikan pernyataan resmi, sementara rumor, ketakutan, dan kebingungan menjalar cepat — ironisnya, lewat jaringan komunikasi luring.
Pemilihan umum kali ini di sebut sebagai salah satu yang paling tegang dalam dua dekade terakhir. Oposisi menuding partai berkuasa melakukan manipulasi hasil suara dan intimidasi terhadap pemantau independen. Ketika hasil sementara menunjukkan kemenangan tipis untuk petahana, tiba-tiba jaringan internet hilang tanpa penjelasan. Banyak pihak menilai langkah tersebut adalah strategi pemerintah untuk menutup ruang diskusi publik dan mengontrol arus informasi.
Organisasi pemantau digital NetBlocks melaporkan bahwa sejak pukul 22.00 waktu setempat, konektivitas nasional turun drastis hingga di bawah 15 persen dari tingkat normal. Laporan tersebut menunjukkan pola yang sama seperti pada 2017 dan 2020, ketika Kamerun juga memutus jaringan di wilayah barat yang mayoritas berbahasa Inggris setelah munculnya demonstrasi politik.
“Ini bukan hanya pemutusan teknis — ini pemutusan demokrasi,” ujar Jean-Paul Atem, analis politik asal Douala. “Ketika pemerintah menekan tombol dan membungkam seluruh bangsa secara digital, itu bukan lagi soal keamanan, melainkan soal kekuasaan.”
Internet Terputus ini tak hanya mematikan komunikasi, tapi juga harapan rakyat yang baru saja menunaikan hak pilih. Banyak warga mengaku frustrasi karena tidak dapat mengetahui perkembangan hasil pemilu. Kantor berita lokal yang biasanya menyiarkan update suara pun terpaksa berhenti beroperasi. Dalam kondisi seperti ini, rumor menjadi satu-satunya sumber informasi — sesuatu yang jauh lebih berbahaya daripada kebebasan digital itu sendiri.
Ekonomi Lumpuh, Masyarakat Terjerat Dalam Senyap Digital Akibat Internet Terputus
Ekonomi Lumpuh, Masyarakat Terjerat Dalam Senyap Digital Akibat Internet Terputus, kehidupan ekonomi Kamerun ikut berhenti. Di Douala, pusat bisnis terbesar negara itu, ribuan pelaku usaha kecil dan menengah mendadak kehilangan pendapatan harian. Transaksi digital terhenti, pembayaran melalui platform seperti Orange Money dan MTN Mobile Money tidak bisa di lakukan, dan ribuan pengemudi ojek online serta toko daring kehilangan mata pencaharian dalam semalam.
Menurut laporan African Digital Rights Observatory, Kamerun mengalami kerugian ekonomi mencapai 5 juta dolar AS per hari akibat pemutusan koneksi. Dalam waktu seminggu saja, total kerugian di perkirakan melampaui 30 juta dolar AS, setara dengan anggaran kesehatan nasional selama dua bulan. Dampaknya tidak hanya ekonomi formal, tapi juga ekonomi mikro yang bergantung pada jaringan internet untuk promosi dan penjualan.
Sektor pendidikan pun terguncang. Ribuan pelajar universitas yang sedang mengikuti ujian daring harus menunda ujian tanpa batas waktu. “Kami menggunakan sistem e-learning. Begitu koneksi mati, semua data hilang. Kami tidak tahu kapan bisa melanjutkan,” keluh Chantal Nguema, mahasiswi di Universitas Buea.
Selain itu, ribuan keluarga yang memiliki kerabat di luar negeri kehilangan kontak. Diaspora Kamerun yang besar — tersebar di Prancis, Kanada, dan Inggris — biasanya berkomunikasi secara rutin dengan keluarga melalui panggilan video. Kini, mereka terputus sepenuhnya. “Saya tidak bisa mengirim uang untuk ibu saya di Bamenda karena semua aplikasi perbankan berhenti berfungsi,” ujar Eric Ndonko, pekerja migran di Toronto. “Kami seperti kembali ke zaman batu.”
Lebih dari sekadar ekonomi, dampak psikologis dari pemadaman internet ini juga terasa berat. Banyak warga mengalami kecemasan, ketidakpastian, dan rasa kehilangan arah karena terisolasi dari informasi dunia luar. Bagi generasi muda yang tumbuh dalam era digital, hilangnya internet bukan sekadar gangguan — tapi kehilangan ruang hidup mereka.
Dunia Internasional Mengecam, Tekanan Global Kian Meningkat
Dunia Internasional Mengecam, Tekanan Global Kian Meningkat terhadap tindakan pemerintah Kamerun meningkat tajam. Dalam waktu dua hari, lebih dari 40 organisasi hak asasi manusia menandatangani petisi global yang mendesak pemulihan koneksi internet. Amnesty International, Human Rights Watch, dan Article 19 menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.
“Mematikan internet berarti mematikan suara rakyat,” tulis Amnesty dalam pernyataannya. “Ini bukan langkah keamanan, melainkan strategi otoritarian untuk menghapus transparansi dan mengaburkan pelanggaran hak sipil.”
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengeluarkan peringatan keras. Juru bicara Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB mengatakan bahwa akses terhadap internet merupakan bagian dari hak untuk memperoleh informasi, yang di jamin dalam Deklarasi Universal HAM. Uni Afrika menambahkan bahwa tindakan semacam ini merusak kredibilitas pemilu dan menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga negara.
Tekanan diplomatik datang pula dari negara-negara barat. Kedutaan besar Amerika Serikat di Yaoundé mengeluarkan pernyataan resmi yang mendesak pemerintah untuk mengembalikan jaringan dan menjamin transparansi hasil pemilu. “Keterbukaan dan komunikasi adalah fondasi demokrasi. Pemutusan internet hanya memperdalam krisis kepercayaan,” tulis pernyataan tersebut.
Sementara itu, di luar negeri, ribuan warga Kamerun melakukan demonstrasi di depan kedutaan besar mereka di Paris, Berlin, dan Brussel. Mereka membawa poster bertuliskan “Give Us Back Our Voice” dan “Democracy Can’t Work in the Dark.” Tagar #BringBackCameroonInternet pun menduduki posisi teratas trending topic dunia di platform X dan Instagram.
Tekanan dari komunitas internasional semakin besar karena Kamerun merupakan salah satu negara yang masih menerima bantuan ekonomi dari lembaga seperti Bank Dunia dan IMF. Beberapa pengamat memprediksi, jika pemutusan internet terus berlanjut, bantuan tersebut bisa ditangguhkan — memberikan tekanan finansial besar bagi pemerintah.
Internet Sebagai Hak Dasar: Krisis Demokrasi Di Era Digital
Internet Sebagai Hak Dasar: Krisis Demokrasi Di Era Digital kembali menegaskan bahwa di era modern, akses internet bukan lagi kemewahan — melainkan kebutuhan mendasar yang berkaitan langsung dengan hak asasi manusia. Dalam banyak hal, internet telah menjadi tulang punggung ekonomi, komunikasi, pendidikan, hingga transparansi pemerintahan. Pemutusan akses internet berarti mematikan seluruh ekosistem sosial suatu bangsa.
Menurut laporan Global Digital Freedom Index 2024, setidaknya ada 16 negara yang memutus internet selama proses pemilu dalam lima tahun terakhir, sebagian besar di Afrika dan Asia. Kamerun kini masuk daftar tersebut bersama Ethiopia, Sudan, dan Myanmar. Polanya serupa: pemerintah menggunakan alasan keamanan untuk menutupi ketidakstabilan politik atau dugaan kecurangan.
Pengamat teknologi asal Kenya, Dr. Faith Odinga, mengatakan bahwa pemadaman semacam ini menciptakan “digital authoritarianism” — otoritarianisme berbasis teknologi. “Ketika internet digunakan sebagai alat kontrol, bukan alat pemberdayaan, maka demokrasi sedang dalam bahaya. Dunia harus bereaksi tegas,” ujarnya.
Aktivis digital di Kamerun kini mencoba melawan dengan cara kreatif. Beberapa komunitas teknologi mengembangkan jaringan mesh lokal — sistem komunikasi tanpa internet pusat — agar warga dapat tetap bertukar pesan di dalam kota. VPN dan koneksi satelit juga mulai digunakan secara luas oleh jurnalis dan mahasiswa untuk tetap terhubung ke dunia luar. Namun upaya ini tidak bisa menjangkau semua warga karena keterbatasan biaya dan perangkat.
Bagi sebagian besar rakyat Kamerun, kejadian ini menjadi simbol bahwa kebebasan digital bisa diambil kapan saja oleh penguasa. “Internet adalah napas kami,” kata Clarisse Tabeu, seorang jurnalis muda di Yaoundé. “Tanpanya, kami tidak bisa bekerja, belajar, berkomunikasi, bahkan berpikir bebas. Ketika pemerintah memutus koneksi, mereka memutus masa depan kami.”
Jika ada satu hal yang pasti, maka itu adalah kenyataan bahwa di abad ke-21, hak untuk terhubung sama pentingnya dengan hak untuk berbicara. Dan ketika suara rakyat dibungkam lewat kabel dan sinyal, maka yang hilang bukan sekadar jaringan — tapi jiwa dari kebebasan itu sendiri dengan Internet Terputus.